Kyai Mahbub Sholeh Zarkasyi saat memberikan pelajaran metode ishlah di acara Training of Trainers (ToT) di Masjid Agung Balai Kota Depok, Minggu (8/12/2024). (Foto: Akizar)
KABARHIBURAN.id – Seperti dalam cerita dongeng. Ada berdiri 17 pesantren di suatu desa. Jumlah santrinya kurang lebih 14.000 orang. Santri dari mana-mana datang ke desa tersebut untuk mondok. Cakep!
Bisa dikatakan, desa tersebut desa yang religius kali ya? Nuansa keislamannya begitu kental.
Dapat dibayangkan, misalnya jika hari hari besar Islam datang, seperti, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan bulan suci Ramadhan tiba.
Mungkin, banyak sekali, hilir mudik para santri dan penduduk lokal menjadi satu kesatuan yang erat dari desa yang bernuansa religius tersebut, dalam “kesibukan” ukhuwah Islam nya.
Akan tetapi, mirisnya, ada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di desa tersebut yang memiliki 17 pesantren itu, ketika di cek, para peserta didiknya berasal dari penduduk setempat.

Pelajar sekolah dasar tersebut, yang tak bisa membaca Al Qur’an ternyata lebih dari 65 persen.
“Di SMK, di cek, lebih dari 75 persen tak dapat membaca Al Qur’an,” ungkap Kyai Mahbub Sholeh Zarkasyi di acara Training of Trainers (ToT) yang dilaksanakan oleh DPD LPQQ Kota Depok, di Masjid Agung Balai Kota Depok, Minggu (8/12/2024).
Kyai yang menulis buku metode ishlah tersebut sangat prihatin dengan kondisi keadaan seperti ini.
Dia tak ingin menyebut, desa itu, apa namanya. Sebab, nyaris setiap hari kakinya berada di desa yang bernuansa religius itu. Apakah pihak pesantren tidak peduli? Bukan itu masalahnya.
“Saat ini, kita semua sibuk dengan golongan dan untuk kepentingan kita sendiri. Masyarakat muslim terombang ambing, tidak dapat fasilitas yang baik untuk bisa belajar membaca Al Qur’an,” katanya.

Lebih jauh, Mahbub Sholeh Zarkasyi menyatakan, masuk ke pesantren sekarang ini, dengan angka pendaftaran yang sangat fantastis.
Sementara, masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah. Sepertinya hanya mimpi bagi para kepala keluarga untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya di perguruan seperti itu.
LPQQ Indonesia dengan ToT membuka cakrawala baru, bagi kaum muallim untuk mengaplikasikan ilmunya kepada para peserta didik untuk membentuk program Kelompok Belajar Membaca Al Qur’an (KBMA).
Diharapkan, dari LPQQ, program KBMA ini pecah sel hingga tumbuh subur dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Dan muallim tersebut harus mandiri agar marwahnya tak dipandang sebelah mata.

Selama ini, keberadaanya guru ngaji seolah hanya jadi pelengkap saja.
“Seperti kaum dhuafa saja, perlu belas kasihan. Padahal, banyak dari para orang tua, kalau buat anaknya masuk les bahasa Inggris, satu juta, dua juta dibayar. Ngasih ke guru ngaji ala kadarnya,” bebernya.
Selama ini, Mahbub Sholeh Zarkasyi terus menerus menggaungkan perlunya para muallim itu sendiri harus mandiri.
Sebab, LPQQ itu sendiri bergerak dinamis, koordinatif dan kolaboratif. Dengan gerakan berjemaah, akan lebih mudah dan barokah.
Seperti tagline LPQQ Indonesia: Yang Beriman Harus Bisa Membaca Al Qur’an.
Di sinilah, tugas para muallim untuk dapat berperan serta mengajarkan kepada keluarga, para tetangga, teman, sahabat atau suatu komunitas yang belum mampu membaca Al Qur’an.
Persoalan rezeki dengan sendirinya akan mengikutinya. “Biar Allah yang memikirkan kita,” katanya.
Dalam acara ToT di Masjid Agung Balai Kota Depok tersebut -LPQQ Kota Depok sekaligus mendeklarasikan susunan ‘kabinet’ nya untuk masa bakti 2023 – 2028.
Dewan pembina, Wali Kota Depok, dengan keanggotaan dari MUI Kota Depok, Baznas Kota Depok, DMI Kota Depok, Kapolres Kota Depok dan Kodim Kota Depok.
Sebagai Ketua: Ustadz Yahya Jhon Arianto, Sekretaris: Hilal Achmad, Bendahara: Tutik Paryanti, Bidang Humas antar Lembaga dan Ormas: Afif Wiludin, Bidang Pendidikan dan Pelatihan: Taryana,
Bidang Sosial Ekonomi dan Dakwah: Muhammad Taqi Syari’ati, Bidang Kominfo: Nihayatul Mumtazah, Bidang Pemberdayaan Santri dan Mahasiswa: Imam Budi Yanto, Bidang Pemberdayaan Muallimat: Tutik Paryanti.
Dan masing-masing bagian dilengkapi oleh wakil dan anggotanya. (KH/Akizar)
