(Foto ilustrasi - istimewa)
Oleh: Imam M.Nizar, S.Pd
Di tengah hingar bingar dunia yang tak pernah letih menawarkan gemerlapnya, ada jiwa-jiwa yang memilih berjalan di jalan sunyi — jalan zuhud.
Mereka bukan tidak mampu menikmati dunia, tetapi telah mengerti bahwa di balik segala yang berkilau, tersimpan fana yang menipu.
Ustaz Abdul Somad pernah menuturkan dengan penuh kelembutan, “Seorang hamba yang zuhud di dunia, maka Allah menumbuhkan hikmah di dalam hatinya. Dengan hikmah itu lisannya akan lancar berbicara, diperlihatkan kepadanya segala cacat dunia, penyakit dan obatnya,” terangnya dalam tausiyah via saluran resmi WhatsApp. Senin (20/10/2025).
Kalimat itu bak oase seperti embun yang menyejukkan nurani. Ia mengajarkan bahwa ketika hati terbebas dari keterikatan dunia, Allah menanamkan kebijaksanaan di dalamnya — hingga seseorang mampu melihat dunia bukan dari kulitnya yang mempesona, tetapi dari hakikatnya yang rapuh.
Zuhud bukan berarti menolak dunia, melainkan menundukkan dunia agar tak menguasai hati. Rasulullah SAW bersabda:
“Berzuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan berzuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah)
Zuhud adalah kesejukan hati di tengah panasnya ambisi. Ia melahirkan kebeningan pandang, mengajarkan seseorang untuk cukup dengan yang sedikit, dan tenang dalam kehilangan. Dari situlah hikmah tumbuh — seperti mata air yang mengalir lembut dari hati yang ridho.
Dalam renungan senada, Gus Baha menuturkan dengan bahasa sederhana namun menembus relung jiwa.
“Teruntuk kita yang rasanya selalu dapat bagian mengalahnya. Semoga kita menjadi pemenang yang sebenarnya di sisi Allah, dalam setiap penilaian-Nya,” ujarnya dalam saluran resminya, WhatsApp, Senin ( 20/10/2025) .
Ungkapan itu menjadi penawar bagi hati-hati yang letih menanggung ujian. Bahwa tak semua kekalahan adalah hinaan, dan tak setiap kemenangan adalah kemuliaan.
Di sisi Allah, yang menang bukanlah yang paling tampak berjaya, melainkan yang paling tulus menerima. Yang sabar ketika diuji, dan tetap berprasangka baik saat harus mengalah.
Allah SWT berfirman:
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
QS. Al-Ḥadīd:20
Maka, ketika seseorang mampu menatap dunia dengan mata hikmah, ia akan menemukan keindahan sejati. Ketenangan dalam kesederhanaan, kekayaan dalam qana’ah, dan kemenangan dalam kerendahan hati.
Sebab, di ujung segala perjalanan, dunia hanyalah persinggahan. Yang kekal hanyalah keridhoan Allah SWT. Dan mereka yang berzuhud — yang rela mengalah demi kebenaran, yang ikhlas menunduk demi cinta Ilahi — ialah para pemenang yang sesungguhnya, dalam pandangan yang tak pernah salah. Pandangan Allah SWT. (KH/***)
