(Foto ilustrasi - Pexels.com)
Oleh: Imam M.Nizar
“Neng, keluar …Biar saya isi suara bass dulu aja ya. Agar, nyanyinya lebih enak….Ini pencipta lagunya sudah datang.
“Sudah kenalkan?”kata produser sekaligus pengorbit artis di blantika musik pop — dikenal dengan nama Dadoy Foy.
Penyanyi yang bernama Netha Nathalie keluar dari ruang take vocal seraya tersenyum simpul. Wajah cantik khas mojang Bandung itu pun tertawa lepas pada Riant yang dikenalnya sebagai jurnalis.
“Oh dengan Mas ini mah aku sudah kenal. Sekarang pencipta lagu juga ya, ” kata Netha seraya berseloroh pada produsernya dan matanya sekilas menatap Riant yang berdiri dengan tas ransel kerjanya.
“Ya …kalian ngobrol aja ya di luar,” sela sang produser pada artisnya dan Riant — teman wartawannya itu.
Artis yang sedang naik daun tiga album itu, begitu sangat ramah dan lembut. Senyumnya mengundang keteduhan bagi siapapun yang melihatnya.
“Sudah makan, Mas,” tanya artis yang memasuki usia remaja matang. Riant tak langsung menjawab. Netha mengalihkan keinginannya, “Aku ingin ngebakso. Mas mau ya. Biar sekalian…..” tandas Netha pesan dua mangkuk bakso. Riant tak sempat menjawab iya atau tidak. Bakso sudah dipesannya dari tukang bakso gerobak dorong yang kerap mangkal di halaman studio rekaman di Jakarta Barat itu.
Antara artis top dan wartawan itu nyantap bakso sambil ngobrol banyak hal. Termasuk, kata Netha, “Kenapa sekarang menciptakan lagu?” tanyanya. Disruputkan kuah bakso terakhir, Riant seraya menjawab pendek,” Awalnya hobbi, ketemu Kang Dadoy, ya coba coba. Aku bilang pada Akang, kalau jelek, jangan diambil. Jangan merasa tak enak, karena aku kerap menulis tentangnya,” jelas Riant panjang lebar pada Netha.
“Lagumu itu bagus. Aku suka membawakannya,” sergahnya sambil berharap dirinya bisa mengambil ruh dan marwah dari lagu tersebut saat kelak membawakannya dengan sempurna.
“Oh, iya judulnya apa ya?
Aku ngasih lagu ke Akang Dadoy, dua lagu. Judulnya Keagungan Cinta — satunya lagi Relakan Dia Pergi,” jelas Riant pada Netha.
Netha menatap Riant dengan tatapan serius, matanya bening seperti menyerap setiap kata.
“Judulnya dalam… Keagungan Cinta dan Relakan Dia Pergi. Kamu lagi ngalamin sesuatu, Mas?” tanyanya setengah berbisik, seolah lagu itu bukan sekadar bait dan nada, melainkan curahan luka yang belum sempat dibalut.
Riant hanya tersenyum tipis. “Mungkin. Tapi sekarang, lagunya bukan lagi milik aku Lagunya milik kamu, milik orang yang nanti mendengarkan.”
Netha mengangguk pelan. Lalu suasana hening, hanya suara bakso dorong yang kembali bergerak menjauh, menggantikan percakapan mereka dengan bunyi roda dan lonceng kecil yang menggantung di gerobak.
“Mas, kelak aku take vocal lagi. Kamu mau nungguin ya? Aku mau nyanyi di depan kamu yang bikin lagu,” ujar Netha setengah bercanda.
“Tentu. Aku akan tunggu. Aku pengin dengar bagaimana kamu menterjemahkan lagu itu jadi rasa,” kata Riant sambil tersenyum.
Namun, takdir berkata lain. Setelah itu, mereka, tak bertemu lagi di studio rekaman. Terutama Netha.
Beberapa pekan setelah Netha pamit dari studio rekaman itu — ia “terbang” ke balik papan untuk selamanya.
Riant pun, kali pertama dengar musibah itu dari tayangan breaking news siaran televisi pagi, seolah dirinya tak percaya “Penyanyi terkenal, Netha Nathalie meninggal dunia, kecelakaan tunggal di tol,”
Riant sesegukan sendiri, tak percaya Netha telah tiada….Wajahnya mendadak sembab. Disudut matanya mengalir air bening….Tak sadar Riant menangis begitu dalam.
Telepon dari Dadoy Foy berdering ke hand phone Riant. Wajahnya mendadak berubah. Tangannya gemetar memegang ponsel. Riant sesekali melirik jam tangannya, seolah ingin segera berangkat temui jasad Netha — penyanyi yang membawakan lagunya itu.
“Riant…,” katanya lirih dari seberang sana.
“Iya, Kang?”
“Berita buruk… Netha Netha… dia…”
Riant mendekat, nafasnya tercekat. “Saya sudah dengar Kang…..”
“Baru saja kecelakaan… tunggal. Di jalan tol. Mobilnya terguling, katanya ngantuk… Dia meninggal di tempat.” Suara Dadoy nyaris tak terdengar.
Riant terdiam dalam sedih berkepanjangan. Dunia serasa runtuh sesaat. Ia mematung, tak percaya. Belum lama mereka ngobrol, tertawa, makan bakso bersama. Masih terngiang, Netha berkata kelak masuk studio lagi —- Riant wajib menemaninya.
Air mata tak tertahan mengalir di pipi Riant.
“Dia belum sempat nyanyikan laguku” gumamnya. Sedih bukan karena, lagunya tak sempat dinyanyikan — lebih dari itu, penyanyi idola anak anak muda tersebut, seolah pamitan dari lagu yang Riant ciptakan sendiri Relakan Dia Pergi.
Dadoy memeluk Riant saat bertemu di rumah duka. “Lagu mu sempat Netha menyanyikannya” terang Dadoy. Riant tak sempat menjawab. Biarkan suaranya hidup dalam lagu itu. Biar orang tahu bahwa lagu itu… warisan terakhir dari dari Netha.
Beberapa minggu kemudian, lagu Relakan Dia Pergi resmi dirilis. Video klipnya dibuat sederhana — hanya wajah Netha yang menyanyi penuh penghayatan diambil saat take vokal pake handphone saja. Dengan potongan kenangan di studio rekaman, dan satu adegan simbolis: mangkuk bakso tersaji berdua, kursi satunya kosong.
Lagu itu viral. Tangga lagu didominasi judul ciptaan Riant. Banyak yang tak tahu, kalau lagu itu adalah pertemuan pertama dan terakhir antara seorang wartawan dan penyanyinya yang merayakan hari musik — dan menyimpan kenangan dalam lagu, bukan sekadar karya, melainkan wasiat rasa yang tak sempat diulang. (KH/***)
Buat Sang Idola dan Produser Yang Telah Pergi.
