Rhoma Irama memberikan ucapan selamat pada peserta Lomba Festival Dakwah "Syiar-Syair" Soneta di Pondok Pesantren Ummul Qura, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Minggu (31/8/2025)
KABARHIBURAN.id – 31 Agustus 2025, Pondok Pesantren Ummul Qura di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, berubah menjadi “panggung” dakwah yang penuh warna.
Di bawah asuhan KHR. Syarif Rahmat RH, SQ, MA, digelarlah Puncak Festival Dakwah “Syiar-Syair” Soneta se-Jabodetabek yang pertama.
Bukan sekadar ajang lomba, melainkan perayaan spiritual yang mempertemukan seni, dakwah, dan cinta tanah air dalam satu helaan napas.
Kehadiran Raja Dangdut, Raden Haji Rhoma Irama, seolah menjadi simbol bahwa dakwah tidak harus kaku. Syair dan Soneta, yang sering kali dipinggirkan dari layar kaca, justru menemukan panggungnya di pesantren.
Dari lirik, irama, hingga orasi Islami para peserta, semua bermuara pada satu pesan: dakwah harus menyejukkan, bukan menegangkan.
“Kalau sebuah kampung ada masalah, bukan rumahnya yang dibakar. Yang harus ditertibkan adalah penumpang yang minta gaji naik, tapi justru menurunkan rakyat kecil,” ujar KHR. Syarif Rahmat dalam sambutannya.

Ia menegaskan, perusak bangsa bukanlah pencuri kecil, melainkan korupsi yang merajalela. Ucapan ini menggema bagai gema ayat Allah dalam QS. Al-Baqarah: 188: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil…”
Lebih dari sekadar kritik sosial, pesan beliau adalah refleksi filosofis bahwa dakwah harus menyentuh akar persoalan umat. Korupsi yang merusak sendi bangsa adalah penyakit moral yang hanya bisa diobati dengan iman, ilmu, dan keberanian bersuara.
Festival ini dibuka khidmat dengan lagu Indonesia Raya tiga stanza. Getaran syair kebangsaan itu menegaskan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman, sebagaimana hadis Nabi: “Hubbul wathan minal iman” – cinta tanah air sebagian dari iman. Maka, dakwah di sini tidak hanya berputar pada soal akidah, tetapi juga nasionalisme dan kepedulian sosial.
Peserta lomba ceramah tampil dengan beragam gaya — dalam tausiyah memadukan pesan Islami dengan semangat kebangsaan. Di sela-sela acara, lagu-lagu Rhoma Irama diperdengarkan oleh peserta lomba — lagu yang sejak lama menjadi jembatan antara dakwah dan seni, menembus ruang hati masyarakat dari pelosok kampung hingga kota besar.
“Saya hadir di sini, menyaksikan mendengarkan karya karya (saya) …..Saya menangis tanpa air mata, ” tutur Rhoma saat berdiri di atas stage bersama dewan juri ingin membagikan hadiah dan plakat pada peserta lomba yang menang.
Meski kata Rhoma tanpa air mata. Sesungguhnya, Rhoma benar benar menangis hingga akhirnya panitia mengambilkan tisu.
Lanjut, KH Syarif Rahmat acara festival ini akan berlanjut untuk menyambut bulan puasa yang akan datang, ” Insya Allah, kita akan bikin lagi dan tampil di televisi — untuk tingkat nasional, ” terangnya seraya meyakinkan, orang televisi yang akan mendukung acara tersebut, sudah hadir menyaksikan jalannya festival ini di pesantrennya .
Menurut Ketua Panitia, Muhammad Quraish Shihab, pilihan menghadirkan lagu Soneta bukan tanpa alasan. “Lagu-lagu Rhoma penuh nasihat. Syairnya menyentuh, mengingatkan, sekaligus menyatukan,” katanya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan lantunan syair islam yang dikumandangkan Rhoma Irama dengan dua lagu berturut turut, diikuti oleh peserta yang hadir, dari kebanyakan udangan dari pesantren, majelis taklim, majelis ilmu.
Di sini seolah menegaskan, bahwa seni bukanlah penghalang dakwah, melainkan jembatan. Bahwa dakwah tidak harus menakutkan, melainkan menenteramkan. Bahwa seni bisa menjadi ladang pahala jika diolah dengan niat tulus untuk menyebarkan kebaikan.
Sebagaimana pesan KHR. Syarif Rahmat, dakwah di Indonesia harus merangkul, bukan memukul; menyejukkan, bukan menegangkan. Dan Festival Syiar–Syair ini menjadi saksi bahwa Islam, seni, dan cinta tanah air bisa berjalan beriringan dalam satu tarikan nafas kehidupan. (KH/akizar)
